BANDA ACEH - ANN
Eks kombatan GAM mendesak pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh mengusut tuntas kasus dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) yang disebut-sebut untuk pemberdayaan eks kombatan GAM sebesar Rp 650 miliar yang bersumber dari APBA 2013. Jika memang tidak terbukti, segera hentikan kasus itu.
“Ini lucu, setiap pergantian Kajati ngomong Rp 650 miliar, jelang pemilu 650 miliar, ada apa? Apa kasus Rp 650 miliar ingin dijadikan bom waktu di Aceh untuk mengadudomba eks kombatan,” kata Fadli Abdullah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Petrus kepada Serambi, Sabtu (13/10) menanggapi dua berita sebelumnya yang berkaitan dengan dana Rp 650 miliar yang dimunculkan oleh Kajati Aceh, Chaerul Amir menjelang pergantian jabatannya dengan Irdam SH.
“Saya lihat dari sisi perencanaan, ternyata informasinya dana hibah sebesar Rp 650 miliar itu tidak masuk dalam KUA PPAS. Ini yang kita gali, kenapa tidak masuk?” kata Chaerul saat bersilaturahmi ke Kantor Harian Serambi Indonesia, Kamis (11/10).
Seperti santer diberitakan, kasus ini sudah ditangani Kejati Aceh sejak 24 Januari 2017 atas laporan LSM Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh atau saat Kejati Aceh dipimpin Raja Nafrizal.
Kemudian, saat posisi Kajati beralih ke Chaerul Amir, kasus ini menjadi prioritas utama, namun hingga Chaerul Amir digantikan dengan Irdam, kasus tersebut belum juga tuntas.
Terhadap terus mencuatnya kasus Rp 650 miliar tersebut--namun tak pernah tuntas--Petrus menyatakan, pihaknya selaku mantan kombatan merasa tidak nyaman dengan kasus yang menyeret-nyeret nama eks kombatan. Jika memang ada yang terlibat dalam perkara itu, lanjutnya, pihak Kejati Aceh harus mengungkap ke publik, siapa saja namanya. “Apakah eks kombatan yang pernah bergerilya di hutan atau eks kombatan setelah damai,” tandas Petrus.
Dia merasa aneh dengan kasus itu. Sebab apabila pengelolaan dana diperuntuKkan bagi pemberdayaan eks kombatan, seharusnya dana tersebut ditempatkan pada Badan Reintegrasi Aceh (BRA) selaku badan yang menaungi eks kombatan, bukan tersebar di 11 dinas.
“Kajati jangan hanya ngomong doang, seperti di koran diperkirakan untuk eks kombatan. Hukum di Indonesia itu hukum positif, tidak ada perkiraan-perkiraan. Jika benar ada aturan yang dilanggar, usut tuntas. Kenapa bisa diperuntukkan melalui dinas, kalau sudah diperuntukkan pada dinas berarti tidak ada urusan dengan eks kombatan,” tegasnya.
Dia berharap Kajati Aceh mengungkap ke publik siapa saja yang terlibat dalam kasus itu agar masyarakat tidak salah menilai. “Saya Petrus, mantan kombatan GAM, anggota saya masih ada, masih tahu saya siapa saja orangnya. Jangan-jangan (yang terlibat) ini eks kombatan 15 Agustus 2005 atau eks kombatan pascadamai,” ujar mantan petinggi GAM Wilayah Bate Iiek tersebut.
Fadli memastikan pihaknya tidak menghalangi penegak hukum dalam pemberantasan korupsi. Tapi, dengan munculnya embel-embel eks kombatan dalam perkara dana Rp 650 miliar itu, seakan-akan eks kombatan selama ini berebut proyek pada pemerintah.
“Kita kecewa kasus ini terus berlarut-larut. Sepertinya ada agenda khusus yang diseting untuk Kajati yang akan melanjutkan tugas di Aceh. Janganlah, nggak usah lagi obok-obok Aceh, kita pingin damai kok. Kalau memang tidak masuk dalam KUA PPAS, usut tuntas. Kalau Kajati Aceh tidak mampu mengusut ini saya akan laporkan ke KPK,” kata Petrus didampingi eks kombatan wilayah Aceh Besar, Jamaluddin.(*)