Banda Aceh- Ann
Tgk. H. Ahmad Tajuddin atau yang akrab disapa Abi Lampisang, yang juga pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh periode 2012-2017 lalu hari ini Senin (19/11) menyambangi Kantor Ombudsman RI Perwakilan Aceh di Jl. T. Lamgugob, Syiah Kuala, Banda Aceh. Kedatangan ulama kharismatik Aceh tersebut guna membuat laporan terkait kisruh tentang Wali Nanggroe (WN) Aceh selama ini.
Abi Lampisang bersama rombongan datang ke Kantor Ombudsman sekitar jam 15.30 disambut langsung oleh Dr. Taqwaddin Husin selaku Kepala Ombudsman Aceh.
"Kami datang kesini (Kantor Ombudsman Aceh-red) ingin berkonsultasi dan membuat pengaduan, yaitu terkait belum dibukanya seleksi Calon Wali Nanggroe. Sebagaimana kita ketahui bersama masa jabatan Wali Nanggroe yang sekarang sudah mau habis" kata Abi Lampisang.
Sementara itu, Dr. Taqwaddin menyebutkan "Insya Allah laporan ini akan segera kita tindaklanjuti, apalagi mengingat masa jabatan yang sudah tidak lama lagi yang di emban oleh Wali Nanggroe yang sekarang. Nanti kita akan minta klarifikasi atau langsung Rapat Koordinasi (Rakor) dengan Pihak Katibul Wali dan para pihak lainnya, supaya hal ini segera diselesaikan. Dugaan saat ini adalah penundaan berlarut yang terjadi" kata Taqwaddin.
Ahmad Tajuddin dalam kesempatan tersebut juga mengatakan bahwa ini adalah sebagai bentuk dukungannya kepada Lembaga Wali Nanggroe. "Kami sangat mendukung adanya lembaga Wali Nanggroe, selain amanah Undang-Undang juga merupakan kekuatan pemersatu rakyat. Sehingga tugas dan fungsi Wali Nanggroe harus lebih aktif dan hal ini kedepannya juga harus disosialisasikan supaya masyarakat paham". Demikian sebut Abi Lampisang.
Dalam kesempatan tersebut, Dr Taqwaddin yang juga penulis buku Kapita Selekta Hukum Adat Aceh dan Qanun Wali Nanggroe, menjelaskan bahwa sebetulnya pengaturan tentang Wali Nanggroe sudah ada sebelum adanya MoU Helsinki, yaitu diatur di dalam UU No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jadi, pengaturan yang sudah ada dalam UU Otsus NAD tersebut kemudian diperkuat dalam MoU Helsinki dan UU No 11 Tahun 2006 (UUPA). Dan adanya MoU Helsinki tersebut antara GAM dan Pemerintah RI mengikat kedua belah pihak, apalagi kemudian dipertegas lagi keberadaannya dalam UUPA dan Qanun Lembaga Wali Nanggroe (LWN). Sehingga wacana dan usulan pembubaran LWN adalah kontra produktif dengan semangat perdamaian dan UUPA", ungkap Dr Taqwaddin yang juga Dosen FH Unsyiah.
Terkait dengan laporan dari Abi Lampisang dan juga Teuku Nazar, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh menyatakan akan segera memproses dan menindaklanjuti laporan/pengaduan tersebut. Pungkas Dr Taqwaddin
Tgk. H. Ahmad Tajuddin atau yang akrab disapa Abi Lampisang, yang juga pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh periode 2012-2017 lalu hari ini Senin (19/11) menyambangi Kantor Ombudsman RI Perwakilan Aceh di Jl. T. Lamgugob, Syiah Kuala, Banda Aceh. Kedatangan ulama kharismatik Aceh tersebut guna membuat laporan terkait kisruh tentang Wali Nanggroe (WN) Aceh selama ini.
Abi Lampisang bersama rombongan datang ke Kantor Ombudsman sekitar jam 15.30 disambut langsung oleh Dr. Taqwaddin Husin selaku Kepala Ombudsman Aceh.
"Kami datang kesini (Kantor Ombudsman Aceh-red) ingin berkonsultasi dan membuat pengaduan, yaitu terkait belum dibukanya seleksi Calon Wali Nanggroe. Sebagaimana kita ketahui bersama masa jabatan Wali Nanggroe yang sekarang sudah mau habis" kata Abi Lampisang.
Sementara itu, Dr. Taqwaddin menyebutkan "Insya Allah laporan ini akan segera kita tindaklanjuti, apalagi mengingat masa jabatan yang sudah tidak lama lagi yang di emban oleh Wali Nanggroe yang sekarang. Nanti kita akan minta klarifikasi atau langsung Rapat Koordinasi (Rakor) dengan Pihak Katibul Wali dan para pihak lainnya, supaya hal ini segera diselesaikan. Dugaan saat ini adalah penundaan berlarut yang terjadi" kata Taqwaddin.
Ahmad Tajuddin dalam kesempatan tersebut juga mengatakan bahwa ini adalah sebagai bentuk dukungannya kepada Lembaga Wali Nanggroe. "Kami sangat mendukung adanya lembaga Wali Nanggroe, selain amanah Undang-Undang juga merupakan kekuatan pemersatu rakyat. Sehingga tugas dan fungsi Wali Nanggroe harus lebih aktif dan hal ini kedepannya juga harus disosialisasikan supaya masyarakat paham". Demikian sebut Abi Lampisang.
Dalam kesempatan tersebut, Dr Taqwaddin yang juga penulis buku Kapita Selekta Hukum Adat Aceh dan Qanun Wali Nanggroe, menjelaskan bahwa sebetulnya pengaturan tentang Wali Nanggroe sudah ada sebelum adanya MoU Helsinki, yaitu diatur di dalam UU No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jadi, pengaturan yang sudah ada dalam UU Otsus NAD tersebut kemudian diperkuat dalam MoU Helsinki dan UU No 11 Tahun 2006 (UUPA). Dan adanya MoU Helsinki tersebut antara GAM dan Pemerintah RI mengikat kedua belah pihak, apalagi kemudian dipertegas lagi keberadaannya dalam UUPA dan Qanun Lembaga Wali Nanggroe (LWN). Sehingga wacana dan usulan pembubaran LWN adalah kontra produktif dengan semangat perdamaian dan UUPA", ungkap Dr Taqwaddin yang juga Dosen FH Unsyiah.
Terkait dengan laporan dari Abi Lampisang dan juga Teuku Nazar, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh menyatakan akan segera memproses dan menindaklanjuti laporan/pengaduan tersebut. Pungkas Dr Taqwaddin