Ket foto : Flower Aceh bersama DPPPA Aceh, POLDA Aceh, Islamic Relief Indonesia, Universitas Ubudiyah Indonesia, LBH Banda Aceh, dan P2TP2A Aceh akan menyelenggarakan ”Workshop Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Perempuan dan Anak” di Universitas Ubudiyah Indonesia, Selasa (10/9/2024) dok : Auliana Annews.co.id
Annews.co.id | Survey pengalaman hidup perempuan (SPHPN) BPS Tahun 2016 tercatat 1 dari 13 usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual oleh pasangan atau selain pasangan selama hidupnya. Berdasarkan data yang dirilis oleh Komnas Perempuan, jumlah kekerasan seksual terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017 berjumlah 335.062 kasus.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 259.150 kasus. Berdasarkan data pada tahun 2012-2013, Komnas Perempuan mencatat bahwa setiap dua jam, terdapat tiga perempuan yang mengalami kekerasan seksual di Indonesia. Dan dalam waktu 10 tahun, didapati 35 perempuan menjadi korban 15 bentuk kekerasan seksual, sebagian dapat tertangani melalui proses edukasi masyarakat tanpa pendekatan hukum, dan lainnya mengharuskan pendekatan hukum.
Lebih lanjut pada Catatan Tahunan (Catahu) 2020 menunjukan bahwa selama 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat 8 kali lipat dengan beragam modus, termasuk kekerasan berbasis gender online yang meningkat drastis di masa pandemic Covid mencapai empat kali lipat selama tahun 2020. Serupa dengan kondisi di tingkat Nasional, pelecehan dan kekerasan seksual juga terus terjadi di Provinsi Aceh dengan beragam modus dan pelaku.
Berdasarkan data UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh tercatat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak per-Juli 2022 mencapai 602 kasus, tahun 2021 mencapai 924 kasus dan tahun 2020 sebanyak 905 kasus. Kota Banda Aceh menjadi Kota dengan jumlah kasus tertinggi mencapai 64 kasus, dan Kabupaten dengan angka kasus kekerasan terendah adalah Aceh Jaya dengan jumlah 0 kasus. Sementara pada tahun 2023, tercatat ada 464 kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), dan ada 634 Kekerasan Terhadap Anak (KTA).
Oleh karena berbagai urgensitas tersebut, DPPPA Aceh bersama POLDA Aceh, Islamic Relief Indonesia, Flower Aceh, Universitas Ubudiyah Indonesia, LBH Banda Aceh, dan P2TP2A Aceh akan menyelenggarakan Workshop Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Perempuan dan Anak. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Aceh. Worshop yang diadakan di Universitas Ubudiyah Indonesia (UUI) diikuti juga oleh sejumlah mahasiswa.
Dalam paparannya, Pimpinan Dayah/Islamic Relief Indonesia Abu Razak mengatakan, fluktuasi dari 23 kabupaten makin hari makin bertambah, tapi yang anehnya kok bisa, Banda Aceh dan Aceh Utara paling dominan terjadi kekerasan seksual. Ada banyak pengaruh buruk juga, seperti eksploitasi anak-anak di jalan mencari sumbangan, oknum ini paling jahat bisa mengeksploitasi anak.
Ia juga menyebutkan, kesetaraan gender di tengah-tengah masyarakat perlu dikuatkan lagi. Dalam konsep agama, tabiat perempuan dengan laki-laki berbeda. Laki-laki pemimpin dan perempuan suami dan ibu untuk anak-anaknya. Karena sesungguhnya kesetaraan gender di sini yang dilihat bukan dari kacamata gender, tapi perbuatan atau amalan seseorang. Hal ini juga ada masalah dari keluarga, misalnya KDRT, padahal istri pakaian untuk suami, begitu juga sebaliknya.
"Yang perlu ditanam adalah sifat menghormati, mengaja nama baik keluarga, dan ada sifat malu, maka sosialisasi norma agama bisa meminimalisir kekerasan seksual di Aceh, kita ajak masyarakat," ucapnya dalam worshop tersebut yang ikut dihadiri oleh tim Annews.co.id, Selasa (10/9/2024).
Kemudian, Direktur LBH Banda Aceh, Aulianda Wafisa menyebut, Aceh mempunyai keistimewaan, oleh karena itu pencegahan dalam mengatur UU Kekerasan Seksual yang pertama adalah pemerkosaan dan pelecehan seksual, seperti Aceh punya qanun yang mengatur hal tersebut. Contohnya, ketika ada perzinaan bukan unsur paksaan, qanun jinayat dua-duanya salah, maka yang dicambuk adalah keduanya, tetapi berbeda dengan paksaan seksual. Namun, tindak sebelumnnya dari aspek kekerasan seksual.
Lanjutnya lagi, qanun jinayat itu sedang direvisi. Sama halnya, seseorang yang melakukan kekerasan seksual dicambuk dan dipidana yang baru itu kumulatif. Terdapat 382 anak yang diperkosa di Aceh selama 8 tahun terakhir, 197 orang yang dilecehkan, dan
43 kasus yang melakukan kekerasan seksual dengan mahram. Ia juga tegaskan, tidak ada kaitannya antara kemiskinan dengan kekerasan seksual, kalau memang dasarnya bejad sama anak sendiri juga jadi.
"Kita perlu berbenah, memperbaiki, dan meminimalisir kekerasan seksual tersebut, bukannya membantah data yang dirilis," pungkasnya.
Reporter : Auliana Rizky