Forum tersebut dihadiri lebih dari 150 peserta, mulai dari lembaga nazhir, Baitul Mal, perbankan syariah, akademisi, pelaku UMKM, hingga tokoh masyarakat. Turut hadir Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, Drs. Mahdi Efendi, mewakili Gubernur Aceh, serta Kepala Grup Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah BI, Dr. Dadang Muljawan, secara daring dari Jakarta.
Deputi Kepala BI Aceh, Hertha Bastiwan, menegaskan komitmen BI dalam mengembangkan wakaf sebagai instrumen ekonomi syariah yang inklusif. “Wakaf memiliki potensi besar untuk membangun ekonomi berkelanjutan. BI siap mendukung inisiatif strategis dari kolaborasi lintas sektor,” ujarnya.
Sementara itu, Mahdi Efendi menekankan wakaf akan menjadi salah satu pilar pembangunan daerah. “Wakaf bukan hanya instrumen keagamaan, tetapi juga pembangunan. Pemerintah Aceh memasukkannya dalam RPJMA 2025–2029,” tegasnya.
Dr. Dadang Muljawan menambahkan pentingnya literasi dan digitalisasi wakaf. “Penguatan ekosistem wakaf perlu dilakukan melalui edukasi, pelatihan nazhir, dan integrasi teknologi digital,” katanya.
Selain diskusi strategis, BI Aceh juga memperkenalkan program “Pojok Berkah”, booth wakaf berbasis gaya hidup yang memungkinkan masyarakat berwakaf sambil menikmati kopi khas Aceh. Dana yang terkumpul akan disalurkan ke Wakaf Produktif Yayasan Wakaf Haroen Aly Dayah Quran Aceh.
Dengan momentum ini, Aceh diharapkan mampu menjadi model nasional dalam pengelolaan wakaf produktif, sekaligus memperkuat peranannya sebagai pusat ekonomi syariah Indonesia.
Mau saya bikinkan juga versi siaran pers resmi (lebih panjang dan detail, cocok untuk distribusi media), atau cukup gaya media online seperti di atas?