Banda Aceh – ANN
Wakil Ketua TP PKK mAceh Dyah Erti Idawati, menegaskan, bahwa lembaganya sangat berkomitmen untuk terlibat aktif dalam program Geunting atau Gerakan Upaya Pencegahan Stunting di Aceh. Dyah Erti juga mengimbau agar seluruh organisasi perempuan dilibatkan dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan Geunting.
Imbauan tersebut disampaikan oleh wanita yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dekranasda Aceh itu, saat menyampaikan materi pada acara Simposium Menuju Aceh Hebat dengan Gerakan Upaya Pencegahan Stunting, yang diselenggarakan oleh BKKBN Perwakilan Aceh, di Aula Kyriad Muraya Hotel, Jum’at (8/3/2019).
“TP PKK Aceh dengan seluruh perangkatnya, siap dan sangat berkomitmen untuk terlibat aktif dalam Gerakan Upaya Pencegahan Stunting atau yang biasa disingkat Geunting. Dalam kesempatan ini, saya juga mengimbau agar seluruh organisasi perempuan turut dilibatkan dan melibatkan diri pada seluruh kegiatan yang berkaitan dengan Geunting,” imbau Dyah Erti.
Dyah Erti mengungkapkan, saat ini Pemerintah Aceh sedang gencar melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanganan stunting, apalagi Aceh menduduki peringkat ketiga se-Indonesia, sebagai daerah yang cukup tinggi angka kejadian stuntingnya, yaitu sebesar 37,9 persen.
Sebagai bentuk keseriusan Pemerintah Aceh terhadap penanganan dan penanggulangan stunting, pada hari Minggu (3/3) lalu, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah, didampingi Wakil Ketua TP PKK Aceh dan sejumlah bupati/wali kota telah mendeklarasikan gerakan pencegahan dan penanganan stunting, di Lapangan Blang Padang.
Untuk diketahui bersama, berbagai kegiatan lain yang juga dilakukan oleh TP PKK dan Pemerintah Aceh adalah melakukan pelatihan kader Posyandu, pendampingan Ibu Hamil dan penggunaan buku KIA. Selain itu, revitalisasi dan optimalisasi Posyandu terintegrasi juga terus dilakukan.
“bersama dinas terkait, TP PKK Aceh juga terus menggalakkan taman obat mandiri keluarga dan Rumoh gizi. Semua gerakan dan upaya yang kita lakukan ini adalah untuk menekan sekecil-kecilnya angka stunting di Aceh,” imbuh dosen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Unsyiah itu.
Dalam materinya, Dyah Erti juga mengingatkan, bahwa rasa kesetiakawanan menjadi faktor penting dalam upaya penanganan mal nutrisi dan stunting. Sikap cepat tanggap, saling menjaga dan saling mengingatkan antar tetangga akan mempercepat proses penanganan, seandainya di tengah masyarakat ditemukan kejadian stunting.
Oleh karena itu, Dyah mengimbau seluruh peserta untuk tidak hanya fokus kepada keluarga sendiri tetapi juga kepada tetangga dan lingkungan sekitar. Dyah meyakini, semakin cepat diketahui, maka kejadian stunting akan cepat ditangani.
Tahun 2019 ini, Pemerintah Aceh bersama TP PKK Aceh, Unicef dan Kompak akan melakukan intervensi stunting di 10 kabupaten/kota, yaitu Pidie, Aceh Tengah, Aceh Timur, Sabang, Aceh Jaya, Simeulue, Singkil, Bireuen, Bener Meriah dan Aceh Barat.
“Ini bukan berarti penanganan stunting di kabupaten lain tidak diperhatikan tetapi fokus utamanya memang di 10 kabupaten tersebut,” sambung Dyah Erti.
Sementara itu, dalam sesi tanya jawab, Dyah Erti mengamini pentingnya pendidikan pra nikah. Oleh karena itu, TP PKK Aceh sangat mendukung agar Pendidikan Pra Nikah kembali digalakkan di Aceh.
Sementara Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KS-PK) BKKBN, M. Yani mengatakan, penyebab utama terjadinya stunting akibat kurangnya asupan gizi yang diterima janin/bayi dan sanitasi yang buruk. Kurang gizi, menurutnya, antara lain dapat menyebabkan anak tidak cerdas karena pertumbuhannya otak terhambat serta anak berpotensi pendek karena pertumbuhan jasmani dan perkembangan kemampuan terhambat.
Karena itu, kata Yani, pemerintah melakukan tindakan intervensi pada instansi terkait, mengingat stunting bukan hanya masalah pada satu lembaga saja. Tapi, perlu keterlibatan kementrian, lembaga, pemerintah daerah, dan masyarakat.
“Karena stunting terjadi akibat multifaktor, maka penanganannya juga tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Tapi, harus serentak dilakukan dan tentu perlu komitmen bersama,” ujar M Yani yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (Adpin) BKKBN. Ditambahkan, stunting terjadi sejak janin dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Sehingga penanganannya tidak bisa dilakukan pada waktu anak lahir, tapi harus sejak ibu hamil dan bahkan jauh sebelum itu harus sudah dilakukan intervensi.
Sementara Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Sahidal Kastri, mengatakan, harus ada gerakan bersama untuk menuju Aceh Hebat dan terbebas stunting. Sebab, Aceh merupakan salah satu daerah yang masih tinggi angka stunting. Dari hasil SDKI tahun 2017, sebut Sahidal, empat dari 10 anak di Aceh mengalami stunting.
BKKBN Aceh, kata Sahidal, diberikan amanah untuk menyelesaikan persoalan stunting di tiga kabupaten/kota yang sudah dilakukan yaitu Aceh Tengah dan Pidie pada 2018 dan 2019 di Aceh Timur.
“Stunting tidak hanya satu persoalan saja, tapi menyeluruh dari persoalan pengasuhan, asupan, pola makan, sanitasi, dan sebagainya. Untuk itu BKKBN memiliki program 1.000 hari pertama kehidupan yang bisa menurunkan stunting di Aceh, selain pengetahuan pola asuh dan pemberian ASI ekslusif,” jelas Sahidal.
Sahidal Kastri, mengingatkan akan pentingnya asupan gizi seimbang bagi pertumbuhan tubuh dan otak anak, sehingga mampu menjadi generasi yang mampu bersaing secara global di masa mendatang.
Acara Simposium tersebut dihadiri 120 peserta dari TP PKK Aceh, Dharma Wanita Persatuan, Bhayangkari, Persit Kartika Chandra Kirana, tokoh agama, tokoh masyarakat, Paguyuban Juang Kencana (PJK) Aceh, dan mitra kerja BKKBN lainnya, dibuka Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KS-PK) BKKBN, M Yani.(red)