Parlementaria
Banda Aceh - ANN
Seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menyatakan menerima enam Rancangan Qanun Aceh yang merupakan program legislasi prioritas 2017 usulan pemerintah Aceh. Begitupun seluruh fraksi menyampaikan sejumlah catatannya atas rancangan tersebut.
Perwakilan Fraksi Gerindra dan PKS menyebutkan catatan penting bagi Pemerintah Aceh yakni menambahkan ayat baru pada rancangan qanun tentang pengelolaan tambang, mineral dan batu bara. Pemerintah Aceh perlu menetapkan jumlah dana reklamasi dan rehabilitasi terhadap pengusaha tambang yang akan mengeksplorasi dan eksploitasi.
Hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum. “Sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran yang digunakan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi," kata Abdurahman yang mewakili Fraksi Gerindra-PKS, kemarin.
Terkait raqan Aceh tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, Partai Golkar menyatakan sepakat agar diubah menjadi Raqan Rancangan Qanun tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Identitas Orang Aceh. Dengan perubahan ini, diharap pengaturan kependudukan dan identitas orang Aceh dapat dilakukan secara profesional dan tercatat secara dalam buku induk kependudukan di Aceh.
KTP dapat diberikan kepada seorang yang telah berdomisili di suatu daerah secara 6 bulan. Bagaimana status kependudukan mahasiswa dan pelajar yang menuntut ilmu di suatu daerah yang melebihi enam bulan tapi ber-KTP dari daerah asalnya. “Ini agar setiap warga Aceh menerima hak yang sama,"kata Zuriat Suparjo perwakilan Golkar.
Sementara itu, terkait Raqan Aceh tentang Irigasi, Partai Nasdem mengingatkan pemerintah Aceh melanjutkan pembangunan irigasi yang belum berfungsi pada 2018. Hal itu karena banyak irigasi di Aceh yang dibangun dengan dana miliaran rupiah namun keberadaannya belum memberi manfaat bagi petani.
Proyek bendungan irigasi Seuke Pulot, Peusangan Siblah Krueng, Bireuen mulai dibangun tahun 2009, tetapi hingga saat ini belum fungsional dan belum dapat dimanfaatkan masyarakat. “Peningkatan jaringan irigasi di Gampong Tampui, Trienggadeng, Pidie Jaya, dengan kontrak Rp 8 miliar belum tuntas," kata Saifuddin Muhammad perwakilan Fraksi Nasdem.
Sementara terkait Raqan tentang Tata Cara Pemberian Pertimbangan Majelis Permusyawaratan Ulama, Partai Aceh memberi catatan agar pemerintah meningkatkan alokasi anggaran pada APBA 2018 untuk penguatan lembaga MPU Aceh. Hal itu karena lembaga tersebut dinilai memiliki peran penting dalam penyelenggaraan kehidupan beragama yang berlandaskan syariat Islam di Aceh.
"MPU sebenarnya memiliki peran penting sebagai mitra pemerintah Aceh dan DPR Aceh dan mitra bagi pemerintahan kabupaten/kota di Aceh dan lembaga vertikal. Namun MPU masih pasif akibat berbagai kendala termasuk anggaran. Kami meminta gubernur untuk meningkatkan pengalokasian anggaran pada APBA tahun 2018 untuk penguatan lembaga MPU Aceh," kata Iskandar AL Faraki dari Partai Aceh.
Adapun dalam catatannya terhadap Rancangan Qanun Aceh Tentang Perubahan Bentuk Hukum Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh Menjadi Perseroan Terbatas Pembangunan Aceh, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyampaikan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT), merupakan alternatif terbaik meningkatkan sumber pendapatan Aceh. Hal itu untuk menghilangkan pengaruh birokrasi pemerintah dalam pengelolaan perudahaan daerah yang kerap terjadi selama ini.
"Selama ini banyak BUMD berkinerja rendah sehingga fungsinya sebagai salah satu sumber pemasukan daerah tidak tercapai karena bagi hasil/laba yang diberikan ke Pemerintah Provinsi, maupun Kabupaten/ Kota sangat kecil dan bahkan banyak yang merugi. Banyak faktor yang Mempengaruhi kinerja Perusahaan Daerah, salah satunya adalah bentuk badan hukumnya selain karena peranan pejabat Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota yang terlibat langsung dalam manajemen,"kata Murdani Yusuf ketua Fraksi PPP.
Masa persidangan VI Dewan Pimpinan Rakyat Aceh beragendakan membahas rancangan qanun (Raqan) program legislasi prioritas 2017 yang dimulai Rabu 27 Desember 2017 berakhir Jumat 28 Desember 2017, ditutup Ketua DPRA Tgk Muharuddin. Dengan selesainya pembahasan, 6 raqan ini diharap menjadi payung hukum penyelenggaraan pemerintahan di Aceh.
Tahun 2017 DPRA menetapkan 16 Rancangan Qanun sebagai Rancangan Qanun Aceh Prioritas di tahun 2017 yang terdiri dari 13 (tiga belas) Rancangan Qanun Usul Eksekutif, 2 Raqan Qanun yang merupakan inisiatif DPRA ditambah 1 Raqan paska keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan Dan Administratif Pimpinan Dan Anggota DPRA.
"Gubernur Aceh akan mengajukan permohonan nomor registrasi terhadap ke 6 Raqan Qanun Aceh ke Menteri Dalam Negeri agar Rancangan Qanun Aceh ini dapat ditetapkan dan diundangkan dalam lembaran Aceh. Ini sebagaimana Permendagri 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah," ujar Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang hadir saat (parlementaria)