Fakta bahwa kita tercatat sebagai negara dengan tingkat kejujuran akademik nomor dua terburuk di dunia setelah Kazakhstan sebagaimana hasil penelitian yang baru-baru ini heboh setelah mencuatnya scandal Guru Besar Abal-Abal adalah tamparan keras untuk dunia pendidikan kita, jika ini tidak mampu menyadarkan kita dari kemunafikan yang selama ini kita diamkan, maka tunggulah kehancuran yang lebih parah di masa depan.dalam konferensi Pers minggu 14/07/24'di warkop dekmi banda Aceh.
Tahun ajaran baru adalah momentum untuk kita bergerak bersama memperbaiki dunia pendidikan yang telah jauh dari nilai-nilai moral dan Integritas yang seharusnya dikedepankan.
“Adab itu di atas Ilmu” demikianlah nilai luhur itu ditempatkan, adab bukan sebatas mulut berkata lembut dan manut ketika di depan tapi bertolak belakang dengan perilaku dalam kehidupan
demikian orang tua kita menggambarkannya, selalu bertindak sopan di depan, tapi selalu saja mengangkangi aturan Tuhan di belakang, tapi adab adalah segenap nilai-nilai moral nan mulia yang diajarkan Tuhan melalui Rasulnya untuk dipedomani secara konsisten dalam menjalani kehidupan baik di hadapan orang banyak maupun dalam kesendirian, kejujuran misalnya, kepedulian dan kesungguhan contoh lainnya dan tanggung jawab.
Dalam konteks kehidupan hari-hari ini kita sering menemukan pengabaian terhadap nilai-nilai integritas yang seharusnya selalu menjadi pedoman dalam kehidupan kita, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan.
Saban harinya kita disuguhkan berita yang mengabarkan betapa rusaknya moralitas bangsa kita, berbagai bentuk perilaku negatif terus saja dipertontonkan di dunia pendidikan mulai dari kebiasaan curang, bullying, pergaulan yang menyalahi nilai-nilai moral agama, penyimpangan anggaran pendidikan, hingga ketidakpedulian terhadap perilaku dan akhlak siswa.
Tahun ajaran baru adalah momentum terbaik untuk memperbaiki semua perilaku buruk tersebut untuk mengembalikan dunia pendidikan kepada khitthahnya yaitu tempat nilai-nilai moral dan integritas itu ditanamkan, diajarkan, dibiasakan dan dicontohkan sebagaimana yang dipertontonkan oleh Rasulullah SAW di sepanjang hidupanya.
Untuk memperbaiki hal ini, diperlukan kerja sama, kerja keras dan kerja iklas dari semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, baik itu pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan siswa.
Beberapa langkah yang kiranya penting dan bahkan mendesak untuk memperbaiki perilaku buruk dan amoral tersebut yaitu dengan menanamkan dan menumbuhkan kembali kesadaran akan pentingnya nilai-nilai moral itu diajarkan, dibiasakan dan dicontohkan dalam dunia pendidikan.
Bagi siswa misalnya kita harus lebih serius lagi dalam mengajarkan nilai-nilai moral yang baik, peningkatan pendidikan karakter (moral) yang selama ini memang sudah mulai diintegrasikan dalam kurikulum sepertinya belum berbuah maksimal, butuh kerja yang lebih serius dari kita semua, bukan sekedar mengajarkan, tapi juga lebih kongkrit dari itu juga perlu dicontohkan.ujar Saiful Mahdi.
Kita sedang krisis keteladanan, masih banyak guru, kepala sekolah, orang tua dan juga orang-orang yang seharusnya menjadi contoh baik bagi siswa malah menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai moral uang diajarkan di sekolah, banyak guru yang datang dan masuk ke kelas terlambat tapi siswanya diajarkan tentang disiplin.
Tidak sedikit kepala sekolah bahkan pejabat publik menggaungkan tentang integritas dan anti KKN tapi kerjaannya justru bertentangan dengan nilai-nilai yang diteriakkannya di atas panggung-panggung terhormat semisal mimbar upacara dan panggung-panggung yang lebih tinggi lainnya.
Artinya ada ketidak sungguhan dari kita dalam upaya memperbaiki akhlak generasi, jika tidak terlalu kasar saya ingin mengatakan kita hanya pura-pura baik untuk terlihat baik, tapi gagal membuktikan dalam kehidupan bahwa kita memang orang baik sebagaiman yang seharusnya.
Pengawasan dan Penegakan Aturan juga menjadi langkah penting untuk mengembalikan integritas dunia pendidikan, Penerapan aturan yang tegas dan adil terhadap segala bentuk pelanggaran, baik oleh siswa maupun oleh pihak lainnya di sekolah dan juga di dunia pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Tanpa ketegasan dan konsistensi aturan hanya basa basi busuk, berapa banyak aturan yang telah dan terus diciptakan dengan berbagai nama yang disematkan, tata tertip, SOP dan nama-nama lainnya, tapi apa? Semua dikangkangi dengan sempurna bahkan oleh mereka yang menetapkannya.
Benar saja sarkas yang mengatakan “Aturan dibuat untuk dilanggar” karena memang dalam kenyataannya penegakan disiplin hanya menjadi basa-basi di atas kertas semata, sementara pelaksanaannya justru bertolak belakang.
Lalu apakah jika pihak sekolah sudah mau serius dan sungguh-sungguh untuk mengembalikan Integritas pendidikan semuanya akan berjalan dengan mudah? Tentu tidak, butuh kerja sama yang sinergis antara sekolah di satu pihak dengan orang tua di pihak lainnya.
Sekolah tidak akan mampu berjalan sendiri tanpa dukungan maksimal dan kerjasama yang baik dari orang tua, dalam konteks ini kita masih sering menemukan ada orang tua yang malah terkesan tidak nyaman ketika ada sekolah yang sedang menerapkan aturan untuk mendisiplinkan siswa misalnya atau bahkan ada orang tua yang lebih jauh dari itu mencoba melakukan upaya-upaya yang menciderai Integritas dunia pendidikan seperti berupaya mengintervensi penilaian baik dengan cara lembut dengan memberikan sesuatu pada guru maupun dengan cara-cara lainnya yang mengindikasikan bahwa mereka pada dasarnya tidak peduli dengan nilai-nilai integritas yang harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan.
Tentu ini adalah kendala tersendiri dalam upaya untuk mengembalikan integritas dunia pendidikan. dengan adanya komunikasi yang baik, kesepahaman yang kuat dan kerja sama yang sinergis antara orang tua dan sekolah untuk bersama-sama mengawasi dan mendidik anak-anak Insya Allah upaya mengembalikan Integritas pendidikan akan bisa lebih mudah.
Di sisi lain dunia pendidikan juga kerap diwarnai dengan perilaku-perilaku culas yang menciderai nilai-nilai Integritas seperti penyelewengan anggaran pendidikan, kita tentu masih ingat kasus yang menimpa mantan Kadisdik Aceh yang terjerat kasus wesatafel.
Tentu ini menjadi contoh buruk dan bumerang bagi kita dalam upaya menegakkan nilai-nilai Integritas dalam dunia pendidikan, termasuk dalam pengelolaan anggaran, hal ini tentunya akan jadi contoh buruk yang sangat mungkin akan diwarisi oleh generasi kita ke depan.
Mereka yang dididik dan terbiasa dengan sistem yang korup akan berpotensi menjadi pribadi-probadi yang korup di masa depan.
Selain itu jika anggaran pendidikan diselewengkan lambat laun akan berdampak pada menurunnya kualitas layanan pendidikan yang diberikan dan berujung pada menurunnya kualitas pendidikan itu sendiri.
Untuk mengatasi persolan amoral seperti perilaku korupsi tersebut kiranya dibutuhkan transparansi dalam penggunaan anggaran publik, tidak terkecuali di lembaga pendidikan seperti sekolah, pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran pendidikan ini super penting untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan.
Sudah saatnya pemerintah mengatur sedemikian rupa agar pengelolaan anggaran pendidikan bisa dilakukan setransparan mungkin, konon lagi di zaman di mana technologi sudah begitu canggih sudah semestinya pengelolaan anggaran pendidikan bisa diakses oleh semua pihak dengan dipublikasi secara terbuka.
Bahkan jika perlu pemerintah perlu memberikan dan melibatkan pihak independen untuk bisa mengaudit penggunaan anggaran pendidikan, hal ini penting untuk mencegah kong kalikong dan perilaku manipulatif lainnya yang menciderai nilai-nilai Integritas yang sejatinya diajarkan dalam dunia pendidikan.
Dengan melakukan perubahan-perubahan ini, Insya Allah kita berharap dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik, di mana nilai-nilai moral dan integritas menjadi fondasi utama dalam proses pembelajaran.
Indonesia pada umumnya dan Aceh khususnya sedang dihebohkan dengan berbagai praktik amoral yang
terjadi di dunia pendidikan, mulai dari isu PPDB Bermasalah di tahun ajaran baru, kasus plagiarisme,
dugaan jual beli gelar guru besar, korupsi dan pungli di dunia pendidikan, assesmen yang terindikasi
manipulatif, penempatan pejabat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai meritokrasi dan berbagai persoalan
yang bertentangan dengan nilai-nilai moral lainnya.
Hal ini sungguh sangat meresahkan dan memprihatinkan. Untuk itu kami dari Kaukus
Penyelamat Integritas Pendidikan Aceh merasa harus ada upaya perbaikan yang menyeluruh guna
mengembalikan integritas dunia pendidikan yang telah demikian rusaknya.
Adapun hal-hal yang perlu kami rekomendasikan berdasarkan berbagai persolan yang terjadi di
dunia pendidikan kita adalah sebagai berikut:
Pertama, terkait PPDB yang terindikasi sarat dengan masalah, kami merekomendasikan langkah
perbaikan:
1. Transparansi Proses
Perlu dan mendesak kiranya ada upaya untuk menerapkan sistem yang lebih transparan dalam proses
penerimaan peserta didik baru di semua jenjang pendidikan dengan memanfaatkan teknologi, seperti
platform online yang memudahkan pendaftaran dan pemantauan proses seleksi.
2. Pengawasan Independen
Langkah selanjutnya yaitu dengan melibatkan lembaga independen untuk mengawasi jalannya PPDB,
memastikan tidak ada kecurangan atau diskriminasi. Ombudsman RI, misalnya, bisa lebih berperan dalam
proses dengan bimbingan teknis untuk semua kepala sekolah dan cabang dinas pendidikan di Aceh.
3. Kriteria yang Jelas
Menetapkan kriteria yang jelas dan adil untuk seleksi, menghindari kriteria yang dapat dimanipulasi dan
hal ini harus bisa diakses oleh semua pihak agar tidak ada upaya-upaya manipulatif di dalamnya.
Kedua, terkait isu plagiarisme yang semakin marak di dunia pendidikan, kami merekomendasikan
langkah-langkah perbaikan sebagai berikut:
1. Pendidikan dan kesadaran
Yaitu dengan engintegrasikan dan mengintensifkan pendidikan mengenai etika akademis dan konsekuensi
plagiarisme sejak dini, dimulai dari pembuatan tugas mata kuliah hingga akhirnya siswa, guru
mahasiswa, dan dosen terbiasa untuk bekerja dengan penuh integritas.
2. Teknologi Anti-Plagiarisme
Menggunakan perangkat lunak yang relevan untuk mendeteksi plagiarisme untuk memeriksa karya-karya
pembelajar bahkan alangkah lebih baik jika penerapan teknologi anti plagiarisme ini dimulai dari sejak
mahasiswa memulai perkuliahan, bukan cuma di tugas akhir.
3. Sanksi Tegas
Memberikan sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelaku plagiarisme, baik di tingkat sekolah maupun
perguruan tinggi, baik bagi siswa, guru, mahasiswa, dan dosen maupun para pihak lainnya yang terlibat,
bahkan jika memungkinkan jika melibatkan transaksi tertentu seperti perjokian maka harus diambil
tindakan hukum. Ini penting untuk membiasakan semua pihak agar senantiasa menjunjung tinggi nilai-
nilai integritas dalam dunia akademik.
Ketiga, terkait isu jual beli ijazah dan pemberian gelar dengan cara yang di luar prosedur yang telah
ditetapkan, kami merekomendasikan langkah-langkah perbaikan sebagai berikut:
1. Regulasi Ketat
Adalah penting dan mendesak diterapkan aturan atau regulasi yang lebih ketat terkait penerbitan atau
pemberian ijazah dan gelar, serta harus ada pengawasan yang ketat terhadap lembaga pendidikan yang
memiliki wewenang tersebut.
2. Verifikasi Otentik
Langkah berikutnya yaitu dengan menerapkan sistem verifikasi digital untuk ijazah dan gelar, berikut
dengan detail proses bagaimana ijazah atau gelar itu bisa didapatkan, sehingga keaslian dapat dengan
mudah diverifikasi.
3. Penegakan Hukum
Langkah lainnya yaitu penegakan hukum yang serius bagi para pihak yang terbukti terlibat dalam proses
pengeluaran ijazah atau pemberian gelar akademik yang bertentangan dengan regulasi yang telah
ditetapkan, dengan menindak tegas pelaku jual beli ijazah dan gelar, melalui penegakan hukum yang
efektif kiranya dapat memastikan tidak ada lagi pihak-pihak baik personal maupun instansi yang berani
bermain-main dengan mengangkangi aturan yang ditetapkan dalam dunia akademik.
Keempat, terkait isu korupsi di dunia pendidikan, kami merekomendasikan langkah perbaikan sebagai
berikut:
1. Edukasi Anti-Korupsi
Adalah penting adanya upaya untuk menumbuhkan kesadaran dan memberikan pemahaman yang baik
bagi semua stakeholder di dunia pendidikan terkait dengan hal-hal yang tergolong dalam tindakan korupsi
dan juga kesadaran akan pentingnya upaya pencegahan korupsi. Untuk jangka panjang perlu juga kiranya
mengintegrasikan pendidikan anti-korupsi dalam kurikulum pendidikan agar generasi ke depan bisa
semakin sadar akan pentingnya pencegahan korupsi.
2. Transparansi Anggaran
Sebagaimana yang kita pahami bahwa transparansi merupakan langkah penting untuk mencegah korupsi.
Begitupun di dunia pendidikan pemerintah harus menerapkan sistem yang mengatur sedemikian rupa
agar pengelolaan anggaran bisa dilakukan dengan transparan dan dapat diakses publik untuk semua
lembaga pendidikan.
3 Pelaporan dan Pengawasan
Langkah berikutnya yaitu pemerintah harus membangun mekanisme pelaporan yang aman bagi siapapun
yang melaporkan perilaku koruptif di dunia pendidikan. Ini penting agar semua berani melaporkan dan
semua bisa terlibat dalam upaya mengawasi anggaran pendidikan agar tidak diselewengkan serta harus
adanya mekanisme pengawasan yang dapat dilakukan oleh lembaga independen.
Kelima, terkait dengan krisis Integritas di dunia pendidikan, kami merekomendasikan langkah-langkah
perbaikan
1. Pendidikan Moral
Adalah penting dan mendesak kita semua harus lebih serius dalam upaya menanamkan dan
menumbuhkan kembali kesadaran akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai moral bagi semua
stakeholder yang terlibat dalam dunia pendidikan. Untuk jangka panjang juga tidak kalah penting
mengintegrasikan pendidikan moral dan integritas dalam kurikulum sejak dini, menekankan nilai-nilai
kejujuran, tanggung jawab, dan etika, hal terkait dengan nilai-nilai ini juga harus ditumbuhkan kembali di
kalangan kepala dan manajemen sekolah, dosen dan manajemen kampus.
2. Keteladanan
Langkah berikutnya yaitu kita semua harus memastikan bahwa para guru atau dosen semua yang terlibat
dalam dunia pendidikan bisa memberikan contoh yang baik terkait dengan perilaku-perilaku yang
berintegritas dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat penting agar generasi muda ke depan terbiasa
dengan kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas sebagaimana yang dicontohkan oleh guru
dan dosen mereka.
3 Evaluasi dan Pelatihan
Langkah berikutnya adalah melakukan evaluasi secara rutin terhadap kinerja dan integritas guru dan
dosen disertai upaya perbaikan yang sesuai dengan kebutuhan dan pelatihan yang profesional dan
proporsional untuk meningkatkan etika dan kemampuan profesional guru dan dosen sebagai pembimbing
generasi dalam dunia pendidikan.
Ke Enam, terkait Assesmen yang terindikasi manipulatif, baik bagi siswa, mahasiswa, guru, dosen
maupun kepala sekolah dan para pihak lainnya yang dinilai, kami merekomendasikan langkah-langkah
perbaikan sebagai berikut:
1. Sistem Penilaian yang Adil
Perlu kiranya mengembangkan sistem penilaian yang lebih holistik dan adil, yang mencakup berbagai
aspek perkembangan siswa dan mahasiswa, sehingga setiap siswa atau mahasiswa bisa mendapatkan nilai
yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya secara adil.
2. Pengawasan Ujian
Langkah berikutnya yaitu memperketat pengawasan selama pelaksanaan ujian untuk mencegah
kecurangan, hal ini terasa amat penting selain untuk menjaga keotentikan nilai yang akan didapatkan juga
bisa menumbuhkan kebiasaan agar para siswa atau mahasiswa bisa bekerja dengan jujur dan penuh
integritas sehingga nantinya akan membentuk karakter yang kuat untuk menjadi pribadi-pribadi yang
berintegritas di masa depan.
3. Audit Penilaian
Langkah lainnya yaitu perlu kiranya melakukan audit penilaian secara acak untuk memastikan kejujuran
dan keadilan dalam penilaian akademik sehingga tidak ada lagi kejadian dosen atau guru yang
memberikan nilai yang tidak objektif karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bertentangan dengan
norma akademik yang berlaku.
Ke tujuh, Terkait indikasi adanya penempatan pejabat yang tidak objektif, langkah perbaikan yang kami
rekomendasikan yaitu:
1. Proses Rekrutmen yang Transparan
Adalah sangat urgen menerapkan proses rekrutmen dan seleksi yang transparan dan berbasis meritokrasi
untuk jabatan di dunia pendidikan, fit and proper test harus dilakukan dengan serius, profesional dan
objektif dengan melibatkan pihak independen sehingga bukan sekedar formalitas semata. Hal ini penting
untuk memastikan bahwa semua jabatan bisa ditempati oleh orang yang benar-benar punya kapasitas
yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Melibatkan Komite Independen
Langkah berikutnya yaitu dengan membentuk dan melibatkan lembaga atau komite independen yang
bertugas menyeleksi, mengevaluasi dan mengawasi penempatan pejabat di sektor pendidikan, sehingga ke
depan kita tidak mendengarkan adanya issu miring terkait praktik nepotisme atau praktik culas lainnya
dalam proses penempatan pejabat di dunia pendidikan, mulai dari jabatan paling tinggi seperti kepala
dinas hingga kepala sekolah misalnya dalam konteks sekolah dan rektor hingga ketua jurusan dalam
konteks perguruan tinggi.
3. Evaluasi Berkala
Langkah lainnya yang tidak kalah penting yaitu melakukan evaluasi berkala secara serius dan objektif
terhadap kinerja pejabat yang telah ditempatkan, berdasarkan indikator kinerja yang jelas dan objektif,
sehingga langkah-langkah perbaikan yang diambil seperti promosi dan mutasi benar-benar sesuai dengan
kebutuhan untuk perbaikan secara berkelanjutan.
Dengan mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi ini, kami berkeyakinan Insya Allah masalah-
masalah moralitas yang ada di dunia pendidikan Indonesia umumnya dan Aceh khususnya dapat diatasi,
atau setidaknya bisa diminimalisir sehingga pada akhirnya dapat mengembalikan integritas dunia
pendidikan dengan menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, transparan dan berkualitas tentunya
demi menyelamatkan masa depan bangsa.[]