• Jelajahi

    Copyright © Aceh Nasional News
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Category 2

    Ambang Batas Parlemen Dinilai Diskriminatif, Sekjend PPA Minta Evaluasi Sistem Pemilu Demi Keadilan Politik di Aceh

    7/04/25, Jumat, Juli 04, 2025 WIB Last Updated 2025-07-04T13:01:24Z
    Sekretaris Jenderal Partai Perjuangan Aceh (PPA), T. Rayuan Sukma

    BANDA ACEH– Sekretaris Jenderal Partai Perjuangan Aceh (PPA), T. Rayuan Sukma, menyampaikan keprihatinannya terhadap dampak ambang batas parlemen atau electoral threshold yang dinilai tidak berpihak pada partai politik lokal baru di Aceh. Dalam diskusi terbatas yang digelar di Kantor PPA, Jeulingke, Banda Aceh, Jumat (4/7/2025), Rayuan menilai sistem pemilu saat ini perlu dievaluasi agar tidak merugikan semangat demokrasi dan kekhususan Aceh sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

    “Ambang batas parlemen dalam konteks Aceh, meski tidak diberlakukan secara eksplisit seperti di tingkat nasional, tetap menimbulkan dampak pembatasan yang nyata terhadap partai-partai lokal baru yang tengah berkembang,” ujar Rayuan Sukma.

    Menurutnya, partai lokal merupakan bentuk pewujudan kekhususan Aceh yang dijamin secara konstitusional. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa partai lokal yang baru berdiri mengalami hambatan serius untuk memperoleh kursi legislatif, meskipun berhasil meraih dukungan suara yang signifikan dari masyarakat.

    Rayuan menambahkan, sistem pembagian kursi saat ini cenderung menguntungkan partai yang sudah mapan, sehingga ruang politik bagi partai lokal baru menjadi sangat terbatas. “Jika partai lokal baru terus terpinggirkan, maka demokrasi lokal di Aceh akan stagnan dan kehilangan daya hidupnya,” ujarnya.

    Karena itu, PPA menyerukan kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dan DPR Aceh agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemilu yang diterapkan di Aceh. Termasuk mempertimbangkan adanya kebijakan afirmatif atau pengecualian terhadap ambang batas bagi partai lokal yang baru berdiri.

    “Semangat otonomi khusus Aceh tidak boleh berhenti pada simbol dan jargon. Harus tercermin dalam kebijakan nyata yang memberikan ruang politik setara bagi seluruh elemen rakyat, termasuk partai-partai baru yang lahir dari aspirasi rakyat,” tegas Rayuan.

    Ia juga menekankan bahwa keberadaan partai lokal bukan semata soal kontestasi politik, tetapi juga merupakan instrumen penting dalam menjaga semangat perdamaian dan keterwakilan rakyat Aceh pasca konflik. Jika ruang ini tertutup, dikhawatirkan aspirasi masyarakat tidak lagi tersalurkan secara adil dan demokratis.

    “Jangan sampai aturan-aturan nasional yang tidak sesuai konteks Aceh diberlakukan secara kaku dan justru menutup peluang demokratisasi yang lebih inklusif di daerah ini,” tegasnya lagi.

    Rayuan Sukma menutup pernyataannya dengan menyerukan agar semua pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah, benar-benar menjunjung tinggi semangat kekhususan Aceh dalam bentuk kebijakan substantif yang adil dan berpihak pada pembukaan ruang politik yang lebih merata bagi semua kalangan.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini