Banda Aceh – Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat pesisir, Partai Perjuangan Aceh (PPA) tampil dengan solusi nyata. Di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Marniati, M.Kes, partai ini meluncurkan inisiatif strategis dengan mengangkat teripang sebagai komoditas unggulan—menjadikannya jembatan baru antara kekayaan laut Aceh dan kesejahteraan rakyatnya.
Tak sekadar wacana, PPA langsung turun tangan membeli hasil tangkapan teripang dari nelayan Aceh Singkil dan Simeulue dengan harga yang jauh lebih menguntungkan. "Untuk ukuran besar kami berani beli Rp80 ribu hingga Rp100 ribu per ekor, dan untuk yang kecil antara Rp13 ribu hingga Rp20 ribu. Ini bentuk keberpihakan nyata kami kepada nelayan," ujar Prof. Marniati.
Langkah ini bukan hanya soal perdagangan, tapi membangun ekosistem ekonomi berbasis laut. Permintaan pasar ekspor—terutama dari China—mencapai 10 ton per bulan, namun saat ini baru mampu dipenuhi 4 ton. “Artinya, peluang masih terbuka lebar. Kami siap menyerap sebanyak apapun hasil tangkapan nelayan,” katanya.
Untuk mendukung ini, PPA membangun pusat penampungan dan pengolahan teripang berstandar ekspor. Dilengkapi sistem pengepakan modern, fasilitas ini menjadi tulang punggung logistik dari pesisir Aceh menuju pasar global.
Namun program ini tidak berhenti di angka transaksi. Di balik bisnis teripang, PPA menyisipkan misi kemanusiaan: beasiswa untuk anak-anak nelayan, bantuan perbaikan rumah warga pesisir, dan santunan bagi anak yatim. “Kami ingin memastikan bahwa hasil laut ini membawa berkah sosial, bukan hanya keuntungan ekonomi,” tegas Prof. Marniati.
Ia juga menegaskan potensi teripang Aceh masih luas untuk digarap. Dengan dukungan penuh PPA, nelayan tidak lagi bermain di pasar kecil—mereka kini memiliki pintu masuk ke pasar dunia. “Silakan maksimalkan laut kita. PPA siap menjadi mitra setia dan pembeli utama hasil tangkapan nelayan,” pungkasnya.
Langkah Partai Perjuangan Aceh ini menjadi cerminan baru politik kerakyatan: berpihak, membangun, dan menghadirkan dampak langsung. Teripang kini bukan sekadar komoditas laut, melainkan simbol perjuangan ekonomi rakyat yang sedang bangkit dari pesisir Aceh.[]
Sumber : Thejurnal.Id |