• Jelajahi

    Copyright © Aceh Nasional News
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Category 2

    Gakkum Kehutanan Sita 86,60 m³ Kayu Ilegal di Aceh Tengah, Pemilik PHAT MWD Jadi Tersangka

    7/25/25, Jumat, Juli 25, 2025 WIB Last Updated 2025-07-25T07:56:26Z

    ACEH TENGAH — Penyidik Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Sumatera menetapkan M (46), warga Desa Kala Kemili, Kecamatan Bebesan, Kabupaten Aceh Tengah, sebagai tersangka dalam kasus pembalakan liar. M diketahui sebagai pemilik Perizinan Berusaha Pengolahan Hasil Hutan Kayu dalam Areal Perhutanan Sosial (PHAT) atas nama MWD.
    Penetapan tersangka dilakukan setelah gelar perkara bersama Koordinator Pengawas (Korwas) Polda Aceh pada 16 Juli 2025. M diduga melakukan penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT MWD dan di kawasan hutan negara.

    Dari hasil operasi, Penyidik Gakkumhut menyita barang bukti berupa 3.746 keping kayu olahan jenis rimba campuran dengan volume 52,97 m³ dan 28 batang kayu log dengan volume 33,63 m³. Total kayu yang diamankan mencapai 86,60 meter kubik. Seluruh barang bukti kini diamankan di Kantor KPH Wilayah II Aceh, Kecamatan Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah.
    Tersangka M dijerat dengan Pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah diubah melalui Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf c Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

    Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait aktivitas penebangan liar di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah. Menindaklanjuti laporan tersebut, pada 4 Juni 2024, pihaknya menggelar Operasi Pengamanan Hutan dan Pengawasan Peredaran Hasil Hutan di lokasi dimaksud.

    Dalam operasi tersebut, tim menemukan ribuan keping kayu olahan dan puluhan batang kayu bulat tanpa ID Barcode di sebuah industri primer hasil hutan (PBPHH) milik MHA di Desa Karang Ampar. Selanjutnya, tim Gakkumhut bersama BPHL Wilayah I Aceh melakukan pemeriksaan fisik, pengecekan dokumen, dan pelacakan asal bahan baku kayu (timber tracking) yang diketahui berasal dari areal PHAT MWD.

    Namun, hasil verifikasi di lapangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara dokumen penatausahaan hasil hutan (PUHH) dengan kondisi visual di lapangan. Kayu-kayu tersebut ternyata berasal dari penebangan di luar areal izin PHAT dan di dalam kawasan hutan negara.

    Berdasarkan dua alat bukti yang cukup, pada 19 Juni 2025, kasus ini dinaikkan ke tahap penyidikan. Sedangkan dugaan keterlibatan Sawmil/Industri Primer MHA masih dalam proses pemeriksaan lanjutan oleh penyidik Gakkumhut. Industri tersebut telah disegel, dan permintaan pembekuan hak akses SIPUHH milik PHAT MWD serta MHA juga telah diajukan kepada BPHL Wilayah I.

    Hari Novianto menegaskan bahwa penyidikan tidak berhenti pada satu pihak saja. Pihaknya telah memerintahkan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua pihak yang terlibat dalam rantai pembalakan liar dan peredaran kayu ilegal, mulai dari hulu hingga hilir. Ia menyebut adanya modus penggunaan izin PHAT sebagai kedok, padahal penebangan dilakukan di luar area izin atau bahkan di dalam kawasan hutan negara.

    Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan pentingnya menjaga kelestarian hutan Aceh Tengah. Ia menyebut kawasan ini sebagai habitat penting bagi satwa langka seperti Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera. Negara, katanya, akan terus hadir dalam menjamin keberlangsungan ekosistem hutan.

    “Penanganan perkara ini adalah wujud tanggung jawab dan konsistensi penegakan hukum kehutanan yang dilakukan Ditjen Gakkum Kehutanan untuk menjaga kelestarian hutan sesuai dengan fungsinya,” tegas Dwi, Kamis (24/7/2025).
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini