Banda Aceh — Perusahaan pers di Aceh dinilai berada dalam kondisi yang semakin sulit. Tekanan ekonomi, pergeseran belanja iklan ke media sosial, serta lemahnya posisi tawar membuat banyak media lokal bertahan dalam situasi yang kerap digambarkan sebagai “hidup segan, mati tak mau”.
Di tengah kondisi tersebut, Said Saiful menyatakan kesiapan memimpin Serikat Perusahaan Pers (SPS) Aceh. Said Saiful mengatakan, tantangan yang dihadapi perusahaan pers daerah saat ini tidak bisa diselesaikan secara individual. Tanpa organisasi yang kuat, solid, dan berpihak, menurut dia, perusahaan pers lokal akan terus terdesak dan berisiko kehilangan keberlanjutan usaha.
“Banyak perusahaan pers di Aceh bertahan dalam kondisi yang sangat berat. Ini tidak boleh dibiarkan. SPS harus hadir sebagai rumah bersama yang benar-benar memperjuangkan kepentingan anggotanya,” kata Said Saiful di Banda Aceh, Sabtu (27/12/2025).
Jika dipercaya memimpin SPS Aceh, Said Saiful menyatakan akan mendorong penguatan kelembagaan organisasi, peningkatan profesionalisme pengelolaan perusahaan pers, serta membangun daya juang kolektif agar pers lokal mampu bertahan di tengah perubahan industri media yang cepat.
Ia juga menyoroti kebijakan belanja iklan pemerintah daerah yang selama ini cenderung bergeser ke media sosial. Menurutnya, kebijakan tersebut perlu ditinjau ulang dengan menempatkan media pers sebagai mitra utama publikasi.
“Belanja iklan dan publikasi pemerintah seharusnya ditempatkan di media pers. Media pers memiliki tanggung jawab hukum, etika, dan fungsi jurnalistik yang jelas, berbeda dengan media sosial,” ujarnya.
Selain pemerintah, Said Saiful menilai sektor swasta memiliki peran strategis dalam menopang keberlangsungan perusahaan pers daerah. Ia mendorong pelaku usaha agar menjadikan media pers sebagai wadah promosi produk dan jasa, sehingga tercipta hubungan yang saling menguatkan antara dunia usaha dan media.
Menurutnya, dukungan dari pemerintah dan sektor swasta sangat dibutuhkan agar perusahaan pers dapat bertahan di tengah tantangan berat, mulai dari penurunan pendapatan iklan hingga ketatnya persaingan di era digital.
Di sisi lain, Said Saiful juga mengajak seluruh pengelola perusahaan pers di Aceh untuk bersatu dan membangun kerja sama yang sehat. Ia menilai, praktik saling menyingkirkan demi keuntungan sesaat justru akan melemahkan pers daerah secara keseluruhan.
“Pengelola perusahaan pers di Serambi Mekkah harus bersatu dan saling bekerja sama, bukan saling menyingkirkan. Kolaborasi adalah kunci agar pers Aceh tetap hidup dan berdaya,” kata Said Saiful.
Ia menegaskan, pers daerah memiliki peran penting sebagai penyangga demokrasi di tingkat lokal. Jika perusahaan pers tidak berdaya secara ekonomi, maka fungsi kontrol sosial dan ruang informasi publik juga akan ikut melemah.
Melalui SPS Aceh yang kuat, profesional, dan berpihak pada anggota, Said Saiful berharap perusahaan pers lokal dapat kembali berdaya, sejahtera, serta mampu menjaga independensi dan profesionalisme di tengah tantangan zaman yang semakin berat. (R)