Banda Aceh - ANN
Dalam workshop hasil kajian Ombudsman RI Aceh tentang Implementasi Tugas dan Fungsi Wali Nanggroe, Dr Taqwaddin, menyampaikan perlunya optimalisasi peran Wali Nanggroe sebagai sebagai figur sentral pemersatu masyarakat Aceh. Dalam kapasitas tersebut, Wali Nanggroe diharapkan meningkatkan perannya untu
Dr Taqwaddin, sebagai Kepala Ombudsman RI Aceh menyampaikan bahwa eksistensi Wali Nanggroe harus diterima sebagai hasil kesepakatan perdamaian Aceh, sehingga tak boleh lagi ada yang mempersoalkan keberadaannya. Apalagi eksistensi Lembaga Wali Nanggroe sudah tegas diatur baik dalam UU No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam, maupun dalam UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Namun demikian, diakui memang keberadaan Wali Nanggroe belum optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya selama ini, khususnya dalam hal memberikan pelayanan jasa berupa nasehat, arahan, saran, dan pertimbangan kepada Pemerintahan Aceh. Sehingga dalam beberapa terjadinya perselisihan antara Gubernur Aceh dan DPRA tidak segera diredam oleh Wali Nanggroe, begitu juga dengan permasalahan antara Majelis Adat Aceh dan Plt Gubernur juga tidak diselesaikan oleh Wali Nanggroe, sehingga diselesaikan oleh Ombudsman dan bahkan dilanjutkan ke PTUN.
Presentasi hasil kajian ini disampaikan oleh Asisten Ombudsman RI Aceh, Ilyas Isti dihadapan peserta
workshop yang dihadiri berbagai komponen masyarakat : tokoh adat, tokoh masyarakat, akademisi, LSM yg konsern pada Masyarakat Adat, dan aktivis perempuan.
Para peserta workshop mengharapkan adanya optimalisasi peran Wali Nanggroe dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat Aceh. Sebaiknya, Wali Nanggroe jangan lagi dari partai politik dan jangan hanya seakan-akan untuk Masya Aceh pesisir Timur saja, tetapi Wali Nanggroe harus juga mengayomi kami masyarakat Tengah Tenggara Aceh, ujar Tgk M. Yusin Saleh, Ketua Majelis Adat Gayo.
Workshop hasil kajian Ombudsman ini juga menghadirkan Dr Sulaiman Tripa sebagai narasumber yang juga menyarankan agar Wali Nanggroe mengefektifkan pembentukan reusam dan memerankan diri sebagai "Ureung Tuha" Aceh yang memiliki kewenangan menyampaikan pandangan, arahan, nasehat, dan saran kepada Pemerintah Aceh dan DPRA.