• Jelajahi

    Copyright © Aceh Nasional News
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Category 2

    Pemerintah Aceh Melalui DPDA Meluncurkan Logo Maskot MQK Tahun 2019

    9/26/19, Kamis, September 26, 2019 WIB Last Updated 2019-09-26T14:51:08Z

    Banda Aceh  ---
    ANN Pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan Dayah Aceh meluncurkan logo dan maskot Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK) Tahun 2019 di Kyriad Muraya Hotel Banda Aceh, Rabu, 25 September 2019.

    Peluncuran logo dan maskot MQK secara resmi dilakukan oleh Plt Gubernur Aceh dalam hal ini diwakili staf ahli Gubernur Aceh Bidang Keistimewaan, SDM dan Hubungan Kerjasama Aceh Darmansah S.Pd M.Pd.

    Logo MQK 2019 tersebut membentuk seuntai bunga khas Aceh, yaitu Bungong Meulu dan Rempah khas Aceh, Bungong Lawang Kleng.

    Logo tersebut terbentuk dari bintang 8 dengan istilah Najmat al-Quds atau Rub al-Hizb yang merupakan bentuk geometris Islam universal.

    “Secara semiotika, logo dapat dianalogikan dari gabungan dua persegi antara Ka’bah dan Baitul Makmur, sehingga membentuk 8 sudut. Diharapkan memberikan keseimbangan, kekuatan dan keagungan. Perpaduan dua warna hijau dan kuning bermakna program unggulan Pemerintah Aceh, yaitu Aceh Meuadab dan Aceh Carong,” ujar Kadis Pendidikan Dayah Aceh Usamah El Madny saat membacakan kata sambutannya saat peluncuran logo tersebut.

    Warna logo ini meliputi warna coklat cerah yang bermakna warna elemen bumi, yaitu tanah yang mencerminkan bagian dari kehidupan. Selanjutnya, karna kuning-orange terkait dengan kitab kuning sebagai objek utama dari event Musabaqah Qiraatul Kutub, sebagaimana kitab kuning dapat menjadi salah satu pedoman dalam khazanah keilmuan. Kemudian warna abu-abu yang merupakan warna ketenangan dan kebijaksanaan.

    Sedangkan untuk Maskot MQK 2019 mengusung karakter “Aneuk Meudagang” yang berarti seorang santri yang menghabiskan waktu untuk menuntut ilmu di dayah. Maknanya adalah representasi dari karakteristik santri yang berpegang teguh pada prinsip muru’ah (moral probity) dengan mengenakan pakaian adat meuseukah, kain sarung, kupiah aceh, alas kaki sandal. Secara semiotic, mascot tersebut menampilkan impresi optimistis, semangat juang, sederhana dan bersahaja sebagaimana karakter santri yang sesungguhnya.

    Hal ini tergambarkan dari setiap yang disandang oleh santri sehari-hari seperti makna dari Kupiah/peci khas Aceh menggunakan warna dasar hitam dengan ornament tradisional memiliki cerminan budaya lokal dan spiritualitas yang kedua ketika santri membawa kitab yaitu Perilaku kinetik (Bahasa Tubuh) yang menunjukkan sikap yang menjunjung tinggi kitab kuning sebagai sumber keilmuan, yang ketiga Kain sarung yaitu bukanlah barang yang bernilai tinggi dan mewah namun memiliki kekayaan Nusantara, yang menyatukan stratikasi sosial dengan tujuan persatuan dan kesatuan antar sesama dan yang keempat yaitu Alas kaki ialah salah satu cerminan hidup sederhana dan tidak bermewah-mewah. Alas kaki juga bagian langkah preventif yang melindungi kaki dari bahaya dalam perjalanan. Secara ilosois, alas kaki menjadi pelindung utama dari pijakan dasar santri dalam ilmu adab.

    “Logo dan maskot merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian menuju suksesnya sebuah acara. Kita sangat serius dalam membuat kegiatan perlombaan Kitab Kuning ini, bagiamana Logo dan Maskot ini menciptakan ikatan emosional antara kalangan dayah dengan masyarakat, yang dengan sendirinya hal ini akan mengangkat image dayah dan kitab kuning itu sendiri.

    Kita ingin membuat Kitab Kuning ini lebih dikenal oleh semua kalangan masyarakat Aceh, sehingga masyarakat tertarik untuk mempelajarinya atau mengantarkan anak untuk belajar kitab kuning di Dayah, dan ini akan menjadi trend positif untuk dayah, untuk itu mohon dukungan terutama dari kalangan dayah agar suksesnya acara Musabaqah Qiraatil Kutub ke-1 Tingkat Provinsi Aceh ini,” tambah Usamah El Madny.

    Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Keistimewaan, SDM dan Hubungan Kerjasama Aceh, Darmansah dalam sambutannya menyampaikan apresiasinya kepada Dinas Pendidikan Dayah Aceh karena telah melestarikan tradisi intelektual di dayah. Harapan kita bersama, melalui musabaqah ini dapat meningkatkan aktivitas membaca kitab kuning, terutama dikalangan para santri. Selain itu, dapat meningkatkan pencitraan pendidikan dayah dalam penguasaan ilmu agama Islam bagi para santri dan ulama.

    “Pemerintah Aceh tentu berbangga sekali jika nanti dari MQK ini muncul santri-santri yang berprestasi serta dengan Launching logo dan maskot MQK ini akan menjadi simbol yang mampu menyemarakkan penyelenggaraan event MQK nantinya. Namun, yang terpenting dari semua itu, kegiatan MQK berjalan lancar dalam suasana kondusif,” ujar Darmansah
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini