Pertandingan final mempertemukan Mutiara Raya Beureuneun (Pidie) melawan CST United (Pidie Jaya), yang dimenangkan oleh tim tuan rumah.enyelenggaraan berjalan aman, tertib, dan mendapat pujian dari berbagai kalangan atas kinerja panitia. Namun, euforia berubah menjadi kekecewaan pasca-pertandingan.
Saat upacara penyerahan hadiah, manajemen CST United menolak medali juara dua yang akan digantungkan oleh Wakil Bupati Pidie Jaya, Hasan Basri. Tindakan ini dikritik sebagai pelanggaran etika olahraga dan kurangnya penghormatan terhadap pejabat daerah yang hadir.
Lebih lanjut, beberapa pengurus tim CST United bahkan memecahkan trofi juara dua yang diberikan panitia. Insiden ini dianggap merendahkan martabat Wakil Bupati Pidie Jaya dan tidak menghargai peran Bupati serta Wakil Bupati Pidie sebagai tuan rumah acara.
Menurut sumber, aksi tersebut didasari kekecewaan atas keputusan wasit. Meski demikian, banyak pengamat menilai respons tim berlebihan, karena gol-gol Mutiara Raya dianggap sah dan berasal dari permainan fair play.
Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Pidie, Muhammad S.Pd.I, memuji kesuksesan panitia secara keseluruhan.
"Saya sangat berterima kasih kepada seluruh panitia yang telah bekerja maksimal. Penyelenggaraan ini layak mendapat acungan jempol," ungkap Muhammad pada Selasa (14/10/2025).
Mengenai insiden pasca-laga, Muhammad menekankan bahwa itu di luar kendali panitia. "Isu di lapangan adalah wewenang wasit. Panitia telah menunaikan tugasnya dengan baik, dan apa yang terjadi setelah pertandingan bukan tanggung jawab kami," tambahnya.
Kasus ini dipandang hanya merusak citra CST United, bukan turnamen secara umum. Komunitas olahraga berharap insiden serupa tidak terulang, agar sepak bola tetap menjadi wadah persaudaraan.
Kejadian ini juga menjadi pelajaran bagi penyelenggara turnamen untuk lebih selektif dalam memilih peserta, guna menghindari dampak negatif yang berkepanjangan.