Banda Aceh, 24 November 2025 – Dalam rangka pembangunan Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (ZI-WBK) menuju Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM), Kemendukbangga/BKKBN Perwakilan Aceh menegaskan komitmennya membangun budaya kerja yang berintegritas dan humanis melalui kegiatan Sosialisasi dan Internalisasi Integritas dan Humanisme yang berlangsung di Aula Kantor Gubernur Aceh, Senin (24/11/2025).
Kegiatan bertema “Integritas dan Humanisme: Membangun Budaya Kerja Bebas dari Eksploitasi, Kekerasan Seksual dan Pelecehan sebagai Upaya Bersama Menuju WBBM” ini dihadiri Kepala SKPA, akademisi, LSM, aktivis perlindungan perempuan dan anak, awak media, serta DPC IPeKB. Panitia turut menghadirkan advokat serta Ketua LBH APIK Aceh, Azriana, sebagai pemateri utama.
Tekankan Integritas Sebagai Fondasi Layanan Publik
Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Safrina Salim, SKM., M.Kes, dalam sambutannya menegaskan bahwa segala bentuk pelecehan, eksploitasi, dan kekerasan tidak hanya bertentangan dengan hukum negara, tetapi juga dengan syariat, adat, dan marwah budaya Aceh.
“Issue pencegahan eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan seksual sangat relevan, karena Aceh terus membangun birokrasi yang bersih, humanis, dan berintegritas. Ketika terjadi pelanggaran, bukan hanya korban yang terluka, tetapi juga wibawa lembaga dan kepercayaan publik ikut runtuh. Dalam budaya Aceh, kepercayaan adalah pondasi keharmonisan sosial,” tegasnya.Lingkungan Kerja Aman sebagai Komitmen Pemerintah
Sekda Aceh yang diwakili Plt. Kepala Dinkes Aceh, Ferdiyus, SKM., M.Kes, dalam arahannya menegaskan bahwa pemerintah wajib memastikan lingkungan kerja sebagai ruang yang aman bagi semua orang tanpa diskriminasi dan tanpa unsur kekerasan.
Ia berharap seluruh peserta benar-benar memahami materi serta menerapkannya dalam praktik kerja sehari-hari.“Transformasi birokrasi tidak terjadi hanya melalui dokumen dan deklarasi, tetapi melalui keteladanan, perubahan sikap, serta keberanian menolak setiap bentuk pelanggaran etika dan integritas,” ujarnya saat membuka kegiatan tersebut.
PSEAH dan Tantangan Relasi Kuasa di Dunia Kerja
Dalam paparannya, Azriana menyoroti ketimpangan relasi kuasa di tempat kerja yang berkontribusi terhadap maraknya kekerasan seksual. Berdasarkan data 2017–2021, terdapat 537 pelaku kekerasan seksual di lingkungan kerja. Sebanyak 326 merupakan rekan kerja, sementara 191 adalah atasan, dengan kasus terjadi di perusahaan swasta, lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, hingga dunia hiburan. Bentuk kekerasan meliputi pencabulan, pelecehan seksual, hingga pemerkosaan.
Ia juga memaparkan konsep PSEAH (Prevention of Sexual Exploitation, Abuse, and Harassment) yang bertujuan mencegah penyalahgunaan kekuasaan dalam organisasi, melindungi penerima layanan maupun staf, serta membangun budaya organisasi yang aman, etis, dan profesional.
Menurutnya, kebijakan PSEAH di sebuah organisasi harus menjelaskan secara rinci mekanisme pencegahan, pelaporan, penanganan, dan investigasi kasus. Penanganan yang serius dan tuntas penting agar kekerasan tidak terulang dan tidak melahirkan lingkaran kekerasan baru.
“Banyak sekali kita melihat bagaimana pelaku pelecehan seksual merupakan korban di masa lalu. Karena itu kasus-kasus seperti ini harus ditangani secara serius dan tuntas,” tutupnya.[]